Mengikuti Gelombang

image

Akhir-akhir ini aktivitas saya tergiring pada aktivitas yang serius. Jadi tidak salah kalau banyak orang menilai saya ini terlalu serius. Memang sejak masuk menjadi pengurus Dewan Kesenian Kabupaten Mojokerto (DKKM), saya mengurusi bagaimana mengembangkan kesenian di kabupaten ini. Saya sebagai sekretaris bidang program. Ya, otomatis mendesain program kesenian. Aih, terlalu serius ya?

Makanya, beberapa hari yang lalu saya merasa senang ketika disodori novel Dee ini. Konon novel Dee ini populer, ya jadinya saya menganggap diri ini mau melebur ke dalam budaya massa. Namun sebelumnya tentu saya sudah mendengar nama Dee. Siapa yang tidak tahu perempuan cantik nan sederhana itu. Selain penulis, ia juga penyanyi.

Saya berkenalan dengan Dee, benar-benar berkenalan, saat membaca kumpulan cerpennya Filosofi Kopi yang beberapa waktu lalu difilmkan. Lalu dilanjutkan dengan membaca novel Perahu Kertas dan kumpulan cerpen Rectoverso, yang keduanya juga difilmkan. Ah, entahlah dari sekian karya Dee yang sudah saya baca semua sudah difilmkan. Sebenarnya dulu sewaktu kuliah, saya sudah berkenalan dengan Dee. Namun itu hanya sekelebat saja, saya ada tugas membuat laporan karya Dee. Ya, karena waktu itu tidak tertarik dengan Dee, ya saya baca sekelebat untuk bahan menulis laporan. Tidak semua.

Dan tatkala membaca novel Dee yang Gelombang ini, sempat saya bosan. Ah, masak buku pinjam tidak saya rampungkan. Tentu diri ini akan malu dengan yang meminjami. Apalagi, saya tertarik dengan perempuan yang meminjami buku Dee ini. Aih, jangan-jangan nanti karena Gelombang yang dibawa Dee saya jadi terseret arus cinta? Entahlah, yang jelas saya suka melihat alis tebal perempuan yang memberi saya Gelombang ini.

Kembali pada Gelombang, saya berusaha menahan untuk tidak menarik diri untuk pergi dan meninggalkan buku ini. Barulah saya terpikat ketika Dee, menawarkan Sianjur Mula-mula. Sejak saat itulah saya selalu berat menutup Gelombang untuk melakukan aktivitas lain. Begitulah rasanya, mirip seperti rasa penasaran Alfa kecil, diri ini diseret terus dengan keingintahuan bagaimana kelanjutan Si Jaga Portibi mengintai dan merampas tidur Alfa. Ya, saya benar-benar terjatuh, seperti saya telah jatuh dengan perempuan alis tebal yang meminjami buku ini, tapi tidak merasakan sakit. Ya, saya membaca semalaman Gelombang dan dilanjutkan pagi hari sampai pukul 10.00 sembari nyruput kopi hitam. Rampung.

Namun, saya benar-benar kesal ketika sampai di halaman 465, tertulis dengan huruf tebal seperti ini Bersambung ke episode Inteligensi Embun Pagi. Asem.

Saya benar-benar marah sama Dee, kurang ajar tenan. Dia sukses membuat orang penasaran dan akan mengejar ceritanya terus. Tentu, buat kalian yang belum membaca Gelombang harus membacanya, apalagi bagi kalian yang suka cerita petualangan. Cocok deh.

Ya, setidaknya itulah harapan saya ketika ingin menjadi tidak serius. Saya akan banyak membaca, khususnya membaca buku-buku populer dan akan mengejar perempuan beralis tebal itu. Bagi saya, cinta adalah rumah untuk menjadi diri sendiri. Semoga cinta saya kali ini tidak membuat diri ini terseret gelombang patah hati.***

 

Penulis: AKHMAD FATONI

Lahir di Mojokerto, 29 Pebruari 1988. Alumnus S1 sastra Indonesia, Unesa (2010) dan S2 Kajian Sastra dan Budaya Universitas Airlangga (2016). Bukunya: (1) Lengan Lirang (Puisi, 2012); (2) Kredo Mimpi (Esai, 2014); (3) Tembang Dolanan (Puisi, 2015); (4) Meja Nomor 8 (Cerpen, 2016). Email: fatoni.akhmad@gmail.com

12 tanggapan untuk “Mengikuti Gelombang”

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.