Perasaan Calon Pengantin Menjelang Pernikahan Dilangsungkan

Undangan model klasik yang saya kemas melalui SIFJATNIKA

Perasaan calon pengantin yang pada tulisan ini adalah perasaan yang saya rasakan. Namun saya merasa aneh, karena saya merasakan sesuatu yang biasa-biasa saja. Tidak ada perasaan berlebih. 

Atau mungkin karena selama ini saya kerap menyelenggarakan wedding? Ya, memang saya kerap menangangi acara pernikahan. Namun baru kali ini saya menyiapkan pernikahan saya sendiri. Ya, saya memang bergerak di wedding organiser melalui SIFJATNIKA. Mungkin juga karena itu. Ah, entahlah. 

Tetenger di depan gang masuk rumah, tentunya ini juga saya garap bareng dengan Tim SIFJATNIKA
Undangan elektronik juga kami siapkan bareng SIFJATNIKA, selain undangan cetak di awal tulisan ini.
Tentunya saya menyiapkan ini bareng tim SIFJATNIKA untuk kegokilan teman-teman yang doyan selfie.

Saya memang mengemas acara pernikahan ini secara tidak biasa. Perpaduan dari proses adat hajatan orang desa (keinginan ortu), konsep wedding gedung (yang biasa digarap WO, SIFJATNIKA), dan acara kesenian (keinginan saya dan pasangan). Jadinya, acara ini nanti akan memadukan tiga konsep tersebut. Tentunya itu akan menjadi aneh dan saya siap disoroti aneh oleh orang. Saya pun pada panggung sederhana itu akan membuka dengan pembacaan puisi. Baru setelah itu, saya akan memanggil pemandu acara untuk melanjutkan acara dari rekan-rekan lainnya. 

Kalau ini foto prewedd dari yang sudah tertata sampai yang konyol. Lah, karena bagi saya proses itu penting makanya itu perlu saya munculkan sebagai sebuah klangenan suatu ketika nanti.




Setelah cincin terpasang di jemarinya nyonya, ibu memegang tangan nyonya sembari merapalkan doa-doa.
Setelah acara lamaran selesai, kita bisa tersenyum bareng juga.
Setelah cincin terpasang di jemarinya nyonya, ibu memegang tangan nyonya sembari merapalkan doa-doa.
Setelah cincin terpasang di jemarinya nyonya, ibu memegang tangan nyonya sembari merapalkan doa-doa.
Bersalawat, sebelum saya memasangkan cincin di jari manisnya.
Ah, masak engkau takut dinikahkan beb. Hehehe
Saya senyam-senyum, eh nyonya kok nampak gelisah ya?
Saat kita menggarap pagelaran kirab bersama, saya sebagai koordinator dan nyonya sebagai salah satu penarinya.
Senyum kita saat di salah satu pantai yang ada di Yogyakarta.
Ketika saya dan nyonya mendapat job menata rias untuk karnaval
Ketika saya dan nyonya mendapat job menata rias untuk karnaval
Saat saya dan nyonya menjadi penata rias di sebuah karnaval.
Perjalanan Jogja-Mojokerto, kita kelelahan dan diabadikan oleh teman seperjalanan.

Semoga perasaan yang biasa-biasa saja itu, bisa menjadi bekal kita menuju keluarga yang Samawa. Amin.

Menanam Benih di Kampung Halaman

Sejak sepuluh tahun yang lalu, saya sudah memilih jalan. Jalan kesusastraan. Jalan yang akhirnya membukakan pada jalur-jalur yang tak terduga. Jalan tari, jalan teater, jalan fotografi, jalan musikalisasi puisi, jalan karnaval, dan jalan-jalan lain dengan tujuan yang sama. Kesenian. 

Namun delapan dari sepuluh tahun itu, saya bergerak di luar. Baik luar kota dalam propinsi ataupun kota di propinsi lain. Baru dua tahun lalu, sejak 2016, saya bergerak di kampung halaman. Saya menggerakkan literasi dan juga kesenian. 

Perlahan-lahan saya bergerak. Menanam benih-benih itu di tanah kelahiran. Tentunya hal itu membuat saya mengorbankan perjuangan bersama rekan-rekan lain di luar sana. Yah, saya benar-benar absen selama dua tahun ini dari kawan-kawan sastrawan dan seniman. 

Namun benih itu kini mulai tumbuh. Kini saya berjuang di kampung halaman sudah tidak sendiri. Mereka telah tumbuh dan berjuang bersama saya. Mereka adalah Tim RBAF. Yah, saya masih belum mengajak mereka berjuang di luar sana. Saya masih membekali mereka dengan talenta dan pola pikir yang kuat. Tentunya dengan harapan agar mereka menjadi pribadi yang solid. 

Suatu ketika nanti, tim ini akan duduk bersama dalam forum diskusi di kampung halamanmu. Atau dalam kegiatan yang digelar di kota atau instansimu. Yah, suatu ketika nanti. 

Salah satu kostum kreasi tim RBAF untuk kegiatan kirab, karnaval, atau pawai dengan tema kerajaan.
Tim kami yang siap menjadi model dan juga menangani segala pernak-pernik adminitratif.
Tim RBAF yang rela lembur sampai pagi berkarya. Mereka sedang membuat kostum lagi, kostum kerajaan.
Perempuan-perempuan cantik ini akan menari dalam kirab di Kabupaten (Mojokerto) mewakili kecamatan.
Salah satu kostum yang menjuarai lomba karnaval di Krembung Sidoarjo.
Tidak hanya tim yang mendukung pergerakan kami. Aparatur negara pun selalu mendampingi kami.
Ketika kami membersihkan ruang perpustakaan.
Kami sedang koordinasi dengan perangkat desa, kapolsek, dan juga koramil.
Kami berkoordinasi dengan warga dan karang taruna untuk membentuk kelompok drum band. Akhirnya, kita pun membeli alat itu dengan segala upaya.
Ialah perempuan yang bisa mengisi kekosongan saya. Ia membantu saya make up, membantu saya menata tari, menata busana, dan juga menata hati ini.
Dan alhamdulillah, akhirnya kita pun dipertemukan dan bersiap menuju pelaminan. Tentunya, selain berjuang, saya pun sebagai individu meski belum mampu menjadi pemeluk teguh berupaya melengkapi ibadah. Saya pun memohon doa restu, agar bulan depan acara pernikahan saya berjalan lancar dan bisa menjadi keluarga yang sakinah mawadah warohmah.