Bertamu Tanpa Ketuk Pintu

Hari ini nampaknya saya memiliki energi cukup, sehingga saya tidak terkapar seusai Subuh. Konon menurut ilmu psikologi, seseorang yang bahagia membutuhkan tidur lebih sedikit daripada orang yang sedang sedih.

Wah, saya sedang bahagia dong. Hore.
Saya rasa memang begitu, bulan Ramadan ini begitu membawa banyak berkah. Selain pengeluaran di bulan ini yang begitu besar, ternyata Tuhan juga menyetabilkan pendapatan saya. Jadinya, tidak besar pasak daripada tiang. Alhamdulillah. 

Sekere apapun kita, kalau mau bersyukur, itulah keadaan kita yang terkaya.

Sebagai wujud syukur karena kebahagian itu, maka saya menengok sobat blogger siapa yang sering bertamu dan melongok celotehan saya ini. Saya benar-benar tidak menyangka, tapi saya rasa WP dalam memberikan data jelas tidak main-main. Dan, eng ing eng inilah datanya.

Data tersebut berdasarkan penulisnya. Ternyata blogger itu adalah Riskiantropus. Penulis yang akhirnya saya tahu kalau kita satu kota. Hohoho 

Seandainya kita tidak dibantu WordPress pasti kita sampai detik ini tidak saling kenal. Sungguh, ternyata dalam menulis saya punya teman sekota. Seorang blogger yang berdasarkan tulisannya, ia orang yang baik, pengamat yang jitu, dan si cuek yang kukuh. Apa benar begitu? Entahlah, saya pun belum pernah bertemu. Dan ajaibnya, saya malah sudah bertemu ayah dan ibunya. Nah, loh, kok bisa?

Ceritanya begini, beberapa waktu lalu ‘kan saya dapat pekerjaan mendesain program sastra, Tadarus Puisi. Program itu merupakan kerja bareng antara Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Mojokerto dengan Dewan Kesenian Kabupaten Mojokerto (DKKM). 

Acara itu saya konsep dengan memunculkan penulis perempuan di Mojokerto. Tidak hanya itu, saya juga mengundang perempuan yang namanya sudah tidak asing di jagad perpuisian Indonesia seperti Deny Tri Aryanti, Puput Amiranti, Siti Sa’adah, dan Elyda K. Rara. 

Lah, Riskiantropus ini adalah salah seorang penulis perempuan yang masuk dalam acara itu. Saya makin dibuat takjub sama perempuan ini ketika membaca makalah pembicara membahas sajaknya. Tuh, makin penasaran saja saya dibuatnya. 

Kalau soal pertemuan saya dengan ayah dan ibunya, ya karena mengantarkan surat dinas untuk dia. So, saya belum tahu orangnya, malah sudah tahu rumah dan orangtuanya. Loh, ‘kan bisa bertemu saat acara berlangsung? Itu dia, saat acara berlangsung, ia malah tidak diijinkan orangtuanya berangkat. Ya, jadinya sampai detik ini orang yang mengaku dan memakai nama seperti manusia purba itu berhasil membuat saya penasaran. 

Tingkat penasaran saya makin meningkat pagi ini. Meningkat karena statistik menunjukkan kalau ia rajin bertamu ke rumah saya ini. Maka dari itulah, saya menulis ini sebagai ucapan terimakasih. Dan semoga Tuhan segera meridoi kita untuk segera bertemu. Bercengkrama dan ngobrol puisi. Juga membicarakan perihal orangtua yang menganggap menulis (aktivitas kita ini) sebagai sesuatu yang tidak penting. Kenyataannya memang begitu Ris, nyesek sih, tapi mau bagaimana lagi. 

Saya rasa, ada juga orang selain kita yang punya kisah sama. Profesi atau kesukaan menulis masih dianggap aneh, bahkan tidak penting. Namun pesanku, semoga kamu terus menulis ya. 

Penulis: AKHMAD FATONI

Lahir di Mojokerto, 29 Pebruari 1988. Alumnus S1 sastra Indonesia, Unesa (2010) dan S2 Kajian Sastra dan Budaya Universitas Airlangga (2016). Bukunya: (1) Lengan Lirang (Puisi, 2012); (2) Kredo Mimpi (Esai, 2014); (3) Tembang Dolanan (Puisi, 2015); (4) Meja Nomor 8 (Cerpen, 2016). Email: fatoni.akhmad@gmail.com

18 tanggapan untuk “Bertamu Tanpa Ketuk Pintu”

  1. Waaah kebetulan yang asik yaaaaa. Mau ngelike post ini tapi kok nggak ada tombol likenya 😦 Apa emang di-hide atau nggak ke-load di PC saya?

    Ngomong-ngomong, setuju banget sama quote di atas, ‘sekere apapun kita, kalau mau bersyukur, itulah keadaan kita yang terkaya’. Bersyukur emang bikin makin kayaaa *salah fokus

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.